Friday, May 30, 2008

Seni Benjang Unjuk Kebolehan

Empat perguruan olahraga seni Benjang di Kabupaten Bandung unjuk kebolehan pada gerak berjurus (ngibing – Bhs.Sunda) dan keindahan memainkan irama pengirin Benjang di Jln. Jambe – Cileunyi, Kabupaten Bandung, Sabtu (17/5) pagi.

Olah raga tradisional yang mirip dengan olah raga gulat ini sudah menjadi kesenian tradisional dari para leluhur desa Dikoneng, Cileunyi, Kabupaten Bandung. Kini keberadaannya malah menjadi kesenian hiburan.

“Seni Benjang jaman sekarang sudah menjadi bentuk hiburan masyarakat pada saat ada hitanan atau syukuran lainnya di sini,” ujar Abah Kumis, pemimpin perguruan Pusakawargi Putra, usai acara pertunjukan seni Benjang yang diberi judul festival Benjang di Jln. Jambe – Cileunyi, Kabupaten Bandung, Sabtu (17/5) pagi.

Benjang memang diakui Abah Kumis hampir sama dengan olah raga gulat. Yang membedakan Benjang dan gulat tentui saja sejarahnya. Benjang bukan sekedar olahraga ketangkasan, tetapi sebuah seni yang bermakna untuk kehidupan para petani jaman dahulu.

Benjang memiliki ciri pada jurus-jurus mengunci lawan tanpa ada pukulan, cekik, atau menyentuh kaki lawan. Benjang adalah seni mengunci tubuh lawan agar dapat jatuh hingga punggungnya menyentuh tanah.

Ciri khasnya yang lain adalah adanya pemusik yang mengiringi gerakan jurus, kuda-kuda hingga terjadi pergulatan tubuh. Alat musik yang digunakan adalah terompet, kendang, terbang dan kecrek.

Lagu pengiring pun disesuaikan dengan lagu atau tembang yang paling disukai penonton atau pemain Benjang.

Seni Benjang bagi masyarakat kota Bandung merupakan pertunjukan seni tradisional yang menjadi daya tarik pariwisata di Jawa Barat. Kelangsungan hidup seni Benjang kini bertahan dari panggung ke panggung pesta atau hajat masyarakat.

Bagi pecinta tontonan seni Benjang dapat juga melihat seni pergulatan tubuh setiap hari Minggu pagi di lapangan alun-alun Ujungberung, Bandung. Para pemain Benjang secara rutin mengolah kemampuannya secara terbuka di alun-alun tersebut.

Wahyudin, 16 tahun, pelajar SMK di Bandung, mengatakan bahwa seni Benjang sudah sejak kecil menjadi tontonan hingga menjadi tuntunan baginya dari sang ayah yang mewarisi seni Benjang sejak jaman nenek moyang.

“Saya senang saja pada seni Benjang selain karena keluarga saya memang mewarisi kesenian ini dari buhun,” tuturnya usai memperagakan beberapa teknik penguncian tubuh lawan di Jln. Jambe – Cileunyi, Kabupaten Bandung, Sabtu (17/5) pagi.

Akan tetapi para penerus warisan buhun budaya Sunda ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah sebagi salah satu aset budaya untuk kegiatan pariwisata. Dana pembinaan mereka malah habis oleh seniman sekaligus birokrat di lingkungan dinas kebudayaan dan pariwisata. (Argus Firmansah/Bandung)

No comments: