Wednesday, June 11, 2008

Komunitas Underground Bandung Membuka Diri

Komunitas Underground Bandung membuka diri pada pihak pemerintah dan aparat keamanan kota Bandung. Mereka sepakat untuk membangun komunikasi yang baik berbagai pihak sehingga pemerintah kota Bandung dapat memfasilitasi kegiatan anak-anak muda Underground Bandung serta memperbaiki stigma miring tentang Underground Bandung.

Hal itu dinyatakan Askary Wirantaatmaja, Dinas Pariwisata Daerah (Diparda) Kota Bandung dalam seminar “KOMUNITAS LITERASI UNDERGROUND BANDUNG, BANGKITLAH!” di Gedung Indonesia Menggugat, jalan Perintis Kemerdekaan No. 5 Bandung, Minggu (8/6) malam kemarin.

Literasi kalangan Underground Bandung dipandang penting untuk menjadi media komunikasi antara masyarakat yang selama ini termarjinalkan dengan pihak pemerintah kota Bandung dan aparat kepolisian kota Bandung.

Seminar itu sekaligus menjadi momentum sejarah, karena pertemuan itu baru pertama kali dilakukan untuk saling mengemukakan aspirasi.

“Pemkot Bandung menganggap warganya sebagai anak-anak Pemkot Bandung, semikian halnya dengan anak-anak Underground,” ujar Askary Wirantaatmaja.

Askary Wirantaatmaja juga menghimbau agar generasi muda yang tergabung dalam komunitas Underground Bandung saling menghormati, menghargai dan taat hokum untuk menjadikan kota Bandung lebih kondusif.

Kepala Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung itu mengatakan bajwa kota Bandung menyandang predikat kota teraman dan yang paling kondusif di Indonesia, dan citra itu harus dipelihara bersama-sama.

Kondusifitas kegiatan komunitas anak muda Bandung, tambah Azkary, diharapkan bisa memberi contoh ke komunitas yang ada di kota lain di Indonesia.

Bandung saat ini memperoleh pendapatan dari asset wisata sebesar 105 miliar rupiah per tahun. Dan kegiatan literasi Underground dapat menjadi energi positif dari komunitas bawah tanah itu yang selama ini mendapat stigma negatif dari masyarakat karena ekspresi musiknya.

Pemkot Bandung, kata Azkary, akan memebrikan fasilitas dan wadah yang representatif untuk mewadahi kreatifitas anak-anak underground Bandung.

Seminar yang bertujuan untuk memperbaiki citra komunitas Underground Bandung malam itu menghadirkan pembicara Prof. Dr. Bambang Sugiharto (budayawan), Komisaris Polisi Oo Rusdita (Waka SatIntel Polwitabes Bandung), Kimung (penulis novel “Myself: Scumbag), Askary Wirantaatmaja (Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung), Erwan Juhara (Humas IKAPI Jabar) dan Uyung Carrey (penulis buku), serta dihadiri masyarakat Underground Bandung.

Oo Rusdita yang mewakili Kapolwiltabes Bandung mengatakan pihak kepolisian akan senantiasa melakukan tugas mengayomi dan melindungi masyarakat.

“Polisi Bandung tidak pernah menghambat atau mencekal kegiatan anak muda atau masyarakat Underground Bandung. Kami malah mendukung semua kegiatan positifnya,” tegas Komisaris Polisi Oo Rusdita.

Prof. Dr. Bambang Sugiharto, sebagai budayawan, menjelaskan latar belakang sejarah komunitas Underground di Inggris dan Amerika sebagai bentuk ekspresi masyarakat yang menentang kapitalisme karena mereka termasuk masyarakat yang tidak tersejahterakan oleh pemerintahnya.

Bambang Sugiharto juga menggambarkan bahwa komunitas Underground di Bandung memiliki kesamaan visi dengan akar komunitas itu, namun demikian bambang mengatakan bahwa komunitas Underground di Bandung dapat dikatakan belum disertai perenungan ideologis seperti komunitas sejenis di Eropa atau Amerika.

Bambang Sugiharto dengan kacamata sejarah kebudayaan menyatakan bahwa kelompok Underground atau masyarakat bawah tanah itu justru sekelompok masyarakat yang paling kritis terhadap fenomena sosial politik yang terjadi di daerahnya.

“Kalangan ini sebagai kaum perenung dan tidak mau masuk mainstream,” kata Bambang Sugiharto. Mereka layak mendapat fasilitas untuk berkreasi dan wadah yang bisa mengakomodasi kegiatan dan ekspresi mereka.

Kimung melihat Uyung Carey dengan bukunya yang berjudul Argumentasi Antara Logika dan Keyakinan sebagai bentuk keberanian untuk mengungkapkan pikiran ke dalam dunia literasi.

Kimung sebagai aktivis Underground di Ujungberung, Bandung, memandang literasi penting untuk dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat luas perihal Underground Bandung selain dunia musik yang digeluti sehari-hari.

“Semua orang berhak menusliskan sejarahnya sendiri. Yang tidak menulis saya anggap manusia purba,” pungkas Kimung.

Uyung Carey, penggagas seminar literasi Underground Bandung, memandang perlu sebuah komunikasi yang baik dengan semua pihak meski diakuinya bahwa tidak semua kalangan Underground Bandung mau membuka diri terhadap orang lain di luar komunitasnya.

Literasi Underground Bandung bisa menjadi medium pembelajaran dan pembacaan diri komunitas Underground Bandung.

“Saya ingin menyatukan komunitas Underground Bandung untuk memperbaiki stigma negatif masyarakat terhadap komunitas itu,” kata Uyung Carey menjelaskan.

Pada akhir seminar dibuatlah kesepakatan antara pihak pemerintah dan kepolisian kota Bandung serta komunitas Underground Bandung untuk saling membuka diri dan sering berkomunikasi sehingga terjalin hubungan yang kondusif dan harmonis untuk sama-sama memajukan kota Bandung.

Pertemuan itu justru memunculkan satu hal yang sifatnya paradoks. Yakni esensi keberadaan Underground yang anti kemapanan dan kapitalisme, bahkan tidak ambil perduli dengan pemerintahan. Dalam pertemuan terdapat kesepakatan tidak tertulis untuk saling mendukung dalam upaya memajukan kota Bandung oleh para aktivis Underground Bandung.

Mereka meyepakati untuk berdamai dengan saling mengomunikasikan keinginan masing-masing antara pemerintah, kepolisian dengan kalangan Underground Bandung.

“Komunitas ini bagus karena mau muncul ke permukaan sehingga bisa bersinergi dengan Pemkot Bandung,” pungkas Azkary usai seminar tersebut.

Azkary juga mengungkapkan visi kota Bandung yang akan menjadi ikon kota kreatif di dunia dengan bantuan dari lembaga British Council. Sebuah program yang selama ini didengungkan komunitas Undergound mapan yang berpayung sebuah yayasan dengan sumber pendanaan dari sebuah lembaga multinasional di Eropa.

Mengapa tidak dibiarkan saja Underground Bandung dengan dunia militansinya, tanpa harus berpangku tangan kepada lembaga asing atau pemerintah? Sesuai dengan cita-cita ideologis komunitas Underground yang sesungguhnya. Sebuah masyarakat yang berdikari dengan industri kreatif yang dimilikinya untuk menopang pergerakan mereka.

Acara yang digelar satu hari itu diselenggarakan oleh LawangBuku, Tangga Surga Entertainment bekerjasama dengan Perpustakaan “Mashudi” Indonesia Menggugat dalam rangka 100 Tahun Kebangkitan Nasional, Hari Buku Nasional.

Pemutaran Film Dinamika Musik Underground & Literasi Bandung, peluncuran buku indie, orasi budaya, pameran literasi independent/self publisher, bazaar distro-buku-clothing. Acara itu juga dimeriahkan dengan live music Underground bandung dari 18th Percussion, Rocky Raccoon, Gabba-Gabba, PIN, Essexcrable, Outright, dll. (Argus Firmansah/Bandung)

1 comment:

keys.link said...

berapa jumlah orang yang datang, dari komunitas underground waktu itu???