Sembilan komposisi cantik disajikan di Auditorium CCF Bandung, Sabtu (15/3) malam kemarin. Sembilan komposisi yang dimainkan oleh mahasiswa seni se-Bandung juga peserta dari jakarta dan Jogjakarta itu merupakan komposisi yang dibuat selam 3 hari workshop di universitas yang ditunjuk oleh panitia Chamber Music Festival 2008, antara lain STSI Bandung, Unpas, UPI.
Karya komposer yang disajikan melalui permainan para musisi asal Hollland itu antara lain Theo Loevendie (Belanda), George Crumb (Amerika Serikat), Michael Asmara (Indonesia), Jan Rokus van Roosendael (Belanda), Karlheinz Stockhausen (Jerman).
Sebanyak 26 komposer muda dari Bandung, Jakarta dan Jogjakarta tampil secara bergilir di atas pentas dengan komposisi yang dipilih masing-masing komposer. Istilah komposer muda muncul dalam kegiatan workshop Chamber Music Festival di Bandung selama tiga hari, yaitu 13 - 15 Maret 2008 yang lalu. Perhelatan musik klasik yang menjadi ajang pertukaran budaya antara Belanda-Indonesia disambut dengan antusias oleh para peserta workshop yang didominasi oleh mahasiswa.
Antusiasme itu juga muncul dari anggota Dutch Chamber Music Ensemble (DCME) asal Holland itu. Mereka adalah Arno van Houtert (pemain clarinet), Jozsef Auer (pemian basson), Raymond Vievermanns (pemain trumpet), Mark Boonstra (pemain trombone), Han Vogel (pemain Perkusi), Hellen Hulst (pemian violin), Pia Pirtinaho (pemian double-bass), Ruud van Eeten (conductor).
Raymond Vievermanns, pemain trumpet, mengatakan kepada awak KOKTAIl di CCf Bandung, betapa senangnya dia dan kawan-kawan DCME dalam workshop musik klasik itu. Mereka menyayangkan lamanya workshop yang terlalu pendek untuk sebuah studi musik klasik secara tepat.
Meski dalam waktu yang tidak lebih dari 21 jam dalam tiga hari itu, workshop berjalan dengan baik. ”Workshop ini sukses bagi kami, karena kami bisa berdialog dan mengajarkan musik klasik kepada komposer-komposer muda Bandung yang berbagat,” ujar Raymond usai konser.
Dalam workshop tersebut setiap peserta membuat bagian komposisi dengan kemampuan alat yang dipunyainya. Dan hal itu menyenangkan buat anggota DCME dalam workshop itu. Selian eksplorasi musik yang leluasa juga pencarian-pencarian yang menarik untuk mengasah kreativitas secara bersama-sama.
Sajian pertama adalah dari Hellen Hulst dengan violin solonya, dia membawakan komposisi berjudul “Dance” karya Theo Loevendie. Kemudian disusul dengan penampilan String Orchestra (seluruh peserta workshop) dengan judul “Miniature of Strings” karya Ruud van Eeten. Usai para peserta workshop menampilkan kreasi dan kreativitas di atas pentas. Barulah para penikmat musik klasik disuguhi komposisi menarik dari para musisi DCME.
Arno van Houtert (Clarinet) dan Hellen Hulst (violin) membawakan komposisi berjudul ”Hommage ā Henri” karya Ton de Heuuw. Sebuah kolaborasi singkat yang sangat menarik untuk dinikmati karena komposisi klasik itu kurang familiar di telinga penikmat musik klasik di Bandung. Usai Arno memainkan clarinetnya, Hellen Hulst naik lagi ke atas pentas dan bermain bersama Ellen Corvor (piano) untuk membawakan komposisi ”Suail Danza” karya Gozahti.
Han Vogel (Percussion solo), “Case History” karya Roderik de Man. Arno van Houtert (Clarinet), Jozsef Auer (Basson) dan Raymond Vievermanns (trumpet) membawakan komposisi “Loram Deo” karya Ricky Yap. Hellen Hulst dan Ellen Corvor kembali mentas dengan komposisi berjudul ”Aksan” karya Theo Loevendie. Arno van Houtert bermain solo dengan komposisi ”Solitaire”-nya karya Gatot.
Raymond Vievermanns dan Ellen membawakan komposisi unik berjudul “One Note Plus” karya Dimas kecil. Sebuah komposisi atraktif yang mengundang tawa para penonton. Raymond membawakan komposisi lagu ”Nina Bobo” yang akrab di telinga Dimas kecil dan masyarakat Indonesia.
Workshop itu difokuskan pada permainan musik kamar dan pembentukan ensembel. Ellen Corver mengangkat tema musik kontemporer dengan dasar musik klasik. Kemampuan Ellen dalam membawakan komposisi musik kontemporer sudah disuguhkan pada malam sebelumnya (14/3) dalam konser pianonya di Auditorium CCF Bandung.
Komposer muda atau mahasiswa jurusan seni musik di Bandung memang perlu belajar banyak dalam memahami musik sampai ke akarnya disertai penguasaan teknis. Raymond mengatakan bahwa maslah kecil tapi berpengaruh pada kreativitas komposer muda adalah menuliskan komposisi yang dibuatnya ke atas kertas.
Ide-ide bagus dalam membuat bagian komposisi banyak bermunculan akan tetapi banyak komposer muda di Bandung itu tidak bisa merekamnya dalam catatan note balok. Hal ini membuat para peserta workshop hanya mengandalkan ingatan dan insting memainkan nada. Tapi para musisi DCME tetap antusias dengan semangat belajar para komposer muda di Bandung.
Para komposer muda banyak menimba ilmu tentang musik klasik dan kontemporer dari musisi asal Holland itu. Roderik de Man, komposer Belanda yang lahir di kota Bandung pada tahun 1941, memberi banyak pengetahuan tentang musik karena dia banyak belajar musik di negeri asalnya, Belanda. Dunia musik yang dilalui Roderik antara lain belajar di Royal Conserpatory of The Hague, Kees van Baaren, Dick Raaymakers, Foundation of the Creation of Music, Amsterdam Art Fund, dan lain-lain.
Roderik mendapat penghargaan dari Concorto Internazionale di Composizion, Concours International de Musique Electroacoustique de Bourges. Konser pun ditutup dengan improvisasi bersama di atas pentas. (Argus Firmansah/KOKTAIL/Bandung)
No comments:
Post a Comment