Menteri Kesehatan Republik Indonesia, DR. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) menyampaikan kuliah umum berjudul “Saatnya Dunia Berubah – in the spirit of dignity, transparency and equity” di hadapan mahasiswa ITB dan pelaku bisnis farmasi tingkat nasional di Aula Timur Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) Selasa (18/3) pagi tadi.
Dalam kuliah umum yang disampaikan di hadapan ratusan mahasiswa ITB dan masyarakat umum dikatakan bahwa pemerintah Indonesia saat ini tengah berjuang memberikan pelayanan terbaik untuk rakyatnya. Dunia kesehatan pun sedang berupaya keras mengurangi penderita suspect flu burung dan gizi buruk.
“Saya berjuang bersama rakyat agar obat bisa murah, punya apotek rakyat, serta pengobatan gratis,” tutur Siti Fadilah Supari di hadapan mahasiswa ITB, Bandung.
Kasus gizi buruk perlu perhatian dan peran serta semua pihak untuk saling membantu sesama. Meski angka penderita gizi buruk sudah berkurang ketimbnag data yang diperoleh pada tahun 2003. Sebanyak 4 juta jiwa penderita gizi buruk harus terus diperhatikan melalui program yang dialokasikan dari APBD masing-masing dan APBNP 2008 tentunya.
Dalam kuliah umum atau temu ilmiah di kampus ITB Bandung itu, Siti Fadilah Supari mengungkapkan kekecewaannya terhadap organisasi kesehatan dunia, WHO, bahwa sinyalir WHO melakukan praktik neo-kapitalisme. Siti Fadilah Supari meneliti bagaimana mereka membuat vaksin. Ternyata mereka mendapatkan seed virus dari WHO-Collaborating Center (WHO-CC), dan seed virus itu diperoleh dari wild virus yang berasal dari negara yang menderita, yang mengirim virus – termasuk Indonesia yang kini dikembalikan sebanyak 42 sample dari Los Alamos, New Mexico yang dikirim dalam bentuk sequencing DNA virus oleh Indonesia.
Menteri Kesehatan RI melihat fakta permainan kapitalis di dalam tubuh organisasi kesehatan dunia (WHO) itu selama 50 tahun di bahwah institusi bernama GISN (Global Influenza Surveilance Network). Sebuah institusi dari struktur WHO yang bersifat underjuridiction of US Government.
Dia memperjuangkan keadilan dan transparansi, “Saya menyatakan bahwa data virus Flu Burung strain Indonesia harus ditaruh di Gene Bank, agar dapat diakses oleh para scientist yang lebih banyak dan lebih luas lagi bagi dunia,” kata Siti Fadilah Supari.
Kini pemerintah sudah memiliki komitmen untuk mementingkan rakyat Indonesia sendiri dengan membuat kebijakan pelayan publik untuk masyarakat Indonesia dengan merancang program pembuatan industri vaksin Flu Burung di tanah air. Kebijakan itu memang belum dikeluarkan secara resmi pelalui Peraturan Pemerintah (PP), namun paling tidak pemerintah Indonesia tidak bergantung pada perusahaan atau lembaga multinasional dalam menangani kasus Flu Burung dewasa ini.
Kesehatan menjadi kapital di dunia rupanya. Oleh karena itu, Siti Fadilah Supari, mengatakan daripada bangsa Indoensia ketergantungan pada lembaga donor internasional untuk membeli vaksin lebih baik pemerintah Indonesia beserta pihak swasta dalam negeri. Yang artinya menambah hutang luar negeri, lebih baik Indonesia memproduksi sendiri.
“Sejak Susilo Bambang Yudhoyono memimpin negara ini situasi moneter jauh lebih baik. Rasio hutang luar negeri dan pendapatan berada pada rasio 32 prosen. Angka itu adalah angka normal karena negara lain juga mempunyai hutang luar negeri. Padahal sebelumnya berada di angka 60,” jelas Siti Fadilah Supari. “Maka dengan sikap pemerintah ini Indonesia akan mendapatkan WHO system, baik itu kebijakan monetering maupun non-monetering,” sambung Siti Fadilah Supari.
Usai acara temu ilmiah itu, Isa mansyur, Dirut Bio Farma, mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang menunggu ketetapan PSO (publik servise obligation) dari pemerintah untuk memproduksi vaksin Flu Burung. Isa juga mengatakan dalam proses pembuatan vaksin terdapat beberapa tahapan penting yang harus dilakukan timnya.
“Pandemi virus Flu Burung sangat tidak pasti sementara itu kita bisa rugi ratusan juta bila tidka ada kepastian perilaku virus tersebut. Namun demikian, kita bisa memanfaatkan pandemi dari virus itu untuk membuat vaksin yang lain,” ujar Isa Mansyur.
Persoalan ini sudah ditangani oleh pemerintah, karena investasi di hilir sebesar 100 juta rupiah sudah berjalan, hanya saja tinggal menunggu investasi di hulu-nya yang diperkirakan mencapai dana investasi sebesar 300 juta rupiah. Pembangunan infrastruktur untuk produksi vaksin ini belum dilakukan karena harus menunggu tahapan lain.
Kupas Buku Flu Burung oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Buku harian yang dicetak menjadi buku berjudul Saatnya Dunia Berubah - Tangan Tuhan Di Balik Virus Flu Burung, setebal 204 halaman itu, memberikan informasi lengkap bagaimana Ibu Siti Fadilah Supari berjuang atas nama rakyat Indonesia dalam menangani kasus flu burung yang hingga saat ini belum dibuat vaksinnya untuk kebutuhan dalam negeri.
Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pengantar resmi di bukju tersebut menuliskan sambutan positifnya dengan hadirnya buku tersebut. Di samping menjelaskan secara lengkap mekanisme penanganan virus flu burung yang berlaku internasional, buku ini juga mengungkapkan suatu ketidakadilan tatanan dunia di bidang kesehatan yang telah berlangsung lama.
Di dalam buku itu, pengalaman Siti Fadilah Supari sebagai dokter, peneliti, dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia diuraikan dengan jelas. Terutama pengalaman Siti Fadilah Supari dalam menangani kasus virus Flu Burung yang menyengsarakan masyarakat Indonesia. Berbagai lobi dan negosiasi dilakukan secara mendalam dan serius untuk mendapatkan solusi tepat dan bermanfaat besar bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prof. Dr. Ir. Djoko Susanto, M.Sc., Rektor ITB, juga menyatakan kegembiraannya usai acara temu ilmiah bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Siti Fadilah Supari, di kampusnya. “Kami meminta informasi tentang penanganan virus Flu Burung dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dan kita coba mengamankan apa yang kita miliki (bahan baku vaksin Flu Burung - red) untuk menguatkan nasionalisme kita,” kata Djoko Susanto.
Siti Fadilah Supari meyakini bahwa perjuangan untuk mencari kebenaran dan mengakkan kebenaran dalam bidang apapun harus dimulai dari kampus yang terjormat. Kampus harus menjadi benteng kokoh terhadap ancaman pihak-pihak luar yang berlindung di balik penelitian, tetapi sarat dengan kepentingan tertentu yang justru membahayakan peradaban manusia. (Argus Firmansah/Jurnal Nasional/Bandung)
No comments:
Post a Comment