Gaya Abstrak Timur pada Lukisan Hansen
Sebuah perhelatan seni rupa kembali digelar mulai pada Jumat malam (10/8) di Galeri Soemardja, Bandung. Galeri Soemardja menampilkan lukisan-lukisan Hansen sebanyak 30 karya pada dinding galerinya yang diberi tajuk Immutable Objects. Sapuan kuas dengan cat minyak pada kanvas, atau akrilik di atasnya membentuk ruang-ruang penanda yang berwarna. Ruang-ruang itu sengaja disediakan Hansen untuk menjadikannya ruang elaborasi, antara abstrakisme Barat dan figuratifisme Timur. Penanda ketimuran hadir melalui bentuk-bentuk objek yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita, seperti teko, kabel, dll. Pameran tunggal karya Hansen ini berlangsung dari 10 – 27 Agustus 2007 di Galeri Soemardja.
Yang jelas adalah seni lukis abstrak dalam dua versi pandangan. Versi pertama, seperti yang telah diketahui umum oleh perupa Indonesia, adalah seni di bidang lukisan pada khazanah kebudayaan Barat pada tahapan estetis di mana bentuk yang lazim (realis) tidak lagi dianggap mewakili subjektifitas sang pelukis. Karenanya, abstrak sering diistilahkan sebagai non-objective art ¬atau non-representational art, dan pada jaman Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) dianggap sebagai seni representasi dari neo-kolonialisme kebudayaan Barat terhadap Indonesia. Sebab pada jaman Lekra semua bentuk kesenian harus patuh pada sistem kesenian yang disebut Realisme Sosial, sedangkan lukisan abstrak malah menjauhkan dari kenyataan sosial. Itulah pro-kontra konsep kesenian tahun 1950-an.
Aminuddin TH. Siregar mengatakan bahwa karya Hansen dalam eksibisi itu tidaklah semata sebagai pameran lukisan abstrak murni (pure abstract), karena Aminuddin melihat kecenderungan lain dari sapuan kuas dan estetika yang direkayasa oleh Hansen pada karya-karyanya. Yaitu dualisme; kecenderungan figuratif dan abstrak. Abstrakisme cukup menunjukkan letak kekuatan seluruh karya Hansen, sementara itu ia membuat jembatan pemahaman untuk mempertemukan “estetika” Barat dan Timur.
Karya-karya Hansen dalam pandangan Aminuddin merupakan representasi dari kebudayaan Indonesia serapan Barat. Mengapa demikian? Aminuddin menjelaskan bahwa abstrakisme yang disajikan Hansen tidak seutuhnya. Bahwa masyarakat Indonesia tidak bias menyerap sepenuhnya kebudayaan asing. “Dia masih menyertakan penanda-penanda lokal atau Indonesia…Itu dapat dilihat pada karya-karya yang dipamerkan di mana terdapat objek-objek yang immutable pada bidang abstraknya. Objek-objek itu menjadi semacam keterangan bahwa gambar itu adalah anu.”
Kekuatan itulah yang membuat eksibisi Hansen menjadi menarik. Yaitu perpaduan abstrakisme Barat dan Timur. Hansen mengatakan usai pembukaan eksisbisinya itu, bahwa inspirasi karya seri ini adalah manusia urban. “Sejak 4 tahun yang lalu saya menggarap Celebration of Inner Dancing. Perpaduan Barat dan Timur saya olah melalui teknik garap abstrak dan kaligrafi. Di mana kaligrafi sebagai representasi estetika Timur dan abstrak sebagai representasi estetika Barat. Namun dalam seri ini saya lebih fokus pada pikiran manusia urbannya. Kali ini saya menggunakan esensi Zen yang mewakili ketimuran kita. Menurut saya dalam kehidupan masyarakat kita ada yang berbentuk (figuratif) dan yang tidak (abstrak). Hal itu dapat dilihat pada kehidupan religi masyarakat di Bali. Mereka menyembah patuh…bukan, kata mereka…tetapi sesuatu yang tak berbentuk di balik patung itu,” papar Hansen. Abstrak bagi Hansen adalah sebuah cerita dari mind-nya manusia urban. Keseharian mereka menjadi inspirasi kreatif bagi Hansen dalam menuangkan gagasan seri ini ke atas kanvas. “Saya masih ingin bercerita dalam seri eksibisi ini. Menceritakan kehidupan masyarakat urban di Indonesia dengan semua estetikanya,” katanya.
Seperti pada lukisan Hansen yang berjudul “After Supper”, “See”, “Afternoon”, “Dance With The Wind”, “My Bali” I & II, dan “The Myth”, tidak nampak layaknya sebuah lukisan abstrak yang tanpa bentuk atau hanya bidang. Justru pada lukisan-lukisan tersebut Hansen menyertakan sebuah objek keterangan di bagian bawah bidang karya abstrak. Konsep dualisme, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, nampak jelas diartikulasikan dengan sapuan kuas dari tangan Hansen. Bidang abstrak di bagian atas bidang, dan objek penerang (figurative form) itu hanya disatukan oleh frame kanvas. Tentu saja objek penerang itulah yang dinamakan “Immutable objects” oleh kcurator eksibisi tersebut. Hansen menjelaskan bentuk representasi itu sebagai perpaduan abstrak Barat dan figuratif Timur atau bentuk-bentuk Zen itu sendiri.
Pelukis kelahiran Toho, Kalimantan Barat, ini sudah melanglangbuana di dunia lukis dan kegiatan eksibisi. Ia menggelar eksibisi tunggal di Taipe pada tahun 1983 yang diberi judul “New Life Exploration”. Pada tahun 1980-an Hansen memang terbilang bestseller karya lukisan abstraknya. Maka kehadirannya kali ini Bandung merupakan sebuah penggalian wacana baru dalam konsep seni elaborasinya itu. Bahwa kebudayaan itu luas dan beragam, demikian juga seninya. Maka percampuran atas keragaman itu akan menghasilkan sebuah karya yang multi-interpretatif. (Argus Firmansah/Kontributor Mingguan Jurnal Nasional/Bandung)
No comments:
Post a Comment