Friday, September 21, 2007
SCALE: Mini Art Work Project
Mengenal Publik Dengan Berkarya
Puluhan seniman muda berkumpul di Galeri Soemardja, ITB Bandung, untuk menghadiri pembukaan pameran bertajuk SCALE pada Selasa malam kemarin (11/9), yang akan dibuka untuk publik pada tanggal 12 – 20 September 2007 mendatang. Mereka adalah seniman muda dan kawan-kawannya yang ingin melihat malam pertama pameran kawan-kawannya........
SCALE adalah pameran sungguhan, meski Aminuddin TH Siregar, kurator galeri Soemardja, mengatakan bahwa pameran oitu merupakan simulasi bagi seniman muda di keluarga FSRD ITB, Bandung. Dalam pembukaan pameran Aminuddin TH Siregar mengungkapkan persoalan-persoalan yang sering dihadapi seniman dan galeri seni di Indonesia kepada mahasiswa FSRD ITB dan pers. Jaman sekarang yang disoroti adalah etika seniman. Bagaimana seniman menyadari bahwa hubungan atau relasi seniman dengan galeri seni, kurator, juga wartawan dipikirkan. Termasuk etika menyimpan karya yang sudah dipamerkan selama 3 bulan di galeri tempat karyanya dipamerkan. Selama 3 bulan itu seniman wajib berkoordinasi dengan pihak galeri untuk setiap transaksi penjualan karyanya. Nyatanya, banyak seniman yang mungkir dari kontrak yang sudah disepakati antara seniman dan galeri seni. Hal lain adalah perkara penentuan harga sebuah karya seni.......
Menurut Aminuddin TH Siregar, tidak ada perhitungan matematis harga sebuah karya di Indonesia. Sedangkan di negeri China, setiap seniman sudah mulai berhitung secara matematis berapa harga sebuah karyanya. Mereka menghitung berapa lama proses karya yang dibuat, termasuk berapa biaya akomodasi selama proses penciptaan, biaya hidup dan lain sebagainya. Sehingga harga sebuah karya yang ditawarkan oleh seniman di Indonesia masih dianggap tidak masuk akal oleh pasar........
Pemaparan itu ditekankan kepada mahasiswa FSRD ITB untuk diperhatikan dan mulai disadari bahwa menjadi seniman itu memang tidak semudah menjual gorengan. Ada tahapan, proses, dan yang paling penting adalah etika seniman. Etika seniman itulah yang masih menjadi persoalan di tanah air yang ditemukan oleh beberapa galeri seni di Indonesia.......
Albert Yonathan Setyawan, kurator pameran, mengatakan bahwa event ini merupakan ruang pembebasan dari seorang seniman juga mahasiswa yang menggeluti dunia karya seni. Pameran itu menjadi ruang kreativitas yang bebas dan bertanggungjawab. Bagi mahasiswa FSRD ITB, karya-karya yang disajikan di ruang galeri Soemardja diapresiasi langsung oleh publik/masyarakat, sehingga perlu proses di luar studi yang harus ditempuh karena ketika karyanya hadir di ruang galeri ia adalah seorang seniman........
SCALE, menurut Albert adalah sebuah project mini art work yang dilakukan melalui proses seleksi selama 4 -5 bulan yang lalu. Albert yang kali pertama menjadi kurator dalam event ini merasa tertantang untuk membuat sebuah kerja seni yang cukup penting dalam dunia rupa. Yakni bagaimana mengomunikasikan sesebuah karya kepada publik agar dapat diapresiasi dengan baik.......
Gagasan awal pameran ini adalah mencari alternative karya baru, ajang refreshing bagi seniman muda, dan bagaimana mengolah medium kecil yang berukuran maksimal 15x15 cm. menurutnya, 60% seniman yang terlibat baru kali pertama terlibat dalam sebuah event pameran, 40% lainnya memang sudah pernah berpameran sebelumnya. Albert Yonathan Setyawan (24 tahun), sebagai seniman pernah terlibat dalam Pameran senirupa Nusantara dengan judul “demi ma[s]sa” 81 karya, 81 perupa, 21 provinsi di Galeri Nasional, 11 - 27 Juli 2007 yang lalu........
Kehadirannya kali ini sebagai kurator merupakan dunia baru untuk memajukan perupa muda dari Bandung. Di dalam pameran SCALE ini ia mengkurasi 70 karya mini berukuran 10x10 sampai 15x15 cm dari 28 seniman muda dengan latar belakang yang beragam, antara lain mahasiswa/i FSRD ITB dari tingkat I – III, termasuk alumni yang sudah menjadi seniman di luar. 47 frame berupa lukisan dan drawing mini berukuran 15x15 cm, 8 buah gambar dengan media fiberglass, dan 15 objek berbentuk patung dan eksplorasi bentuk dari keramik juga dalam ukuran mini........
Mini art work project itu sendiri menjadi keunikan tersendiri dalam pameran tersebut. Selain unik pameran ini menjadi sebuah unjuk kreativitas. Bagaimana mengolah medium yang terbatas pada ukuran maksimal 15 cm menjadi sebuah karya yang maksimal dengan garapan detail yang harus juga diperhatikan........
Gagasan dan ide-ide yang segar muncul pada karya-karya yang dipamerkan dalam event tersebut. Pengunjung dapat mengapresiasi tidak hanya satu genre rupa saja, karena di sana para seniman bergabung dan berpameran bersama dengan kemampuan seni masing-masing. Lukisan mini yang berjudul “Langit” misalnya, Satrio Hari Wicaksono membuat lukisan pemandangan langit dengan ukuran frame 15x15 cm saja. Tiga seri dari judul “Langit” tersebut digarap cukup detail oleh Satrio. Melalui karya ini orang bisa bilang bahwa lukisan indah tidak harus selalu berukuran besar........
Yang unik lainnya adalah sebuah diorama karya Oktianita Kusmugiarti yang diberi judul “kotakkotaku”. Diorama kota antah-berantah berukuran 15x15x15 cm ini terlihat seperti mainan 3 dimensi namun digarap cukup maksimal kertas yang diwarnai. Awan-awan berdiameter millimeter bergantungan, sedangkan sosok bangunan pencakar langit dibuat tersusun dari depan ke belakang dengan sudut pandang yang dapat dilihat dari mana saja........
Maya Annisa Surya, 21 tahun, mahasiswi semester 7, Jurusan Patung, FSRD ITB, mengolah bahan tekstil untuk membuat patung-patung mininya. Karyanya diberi judul “kalau putih pasti aku cantik”. Karya Maya ini membuat daya tarik tersendiri ketimbang seniman patung lainnya yang diberi judul “Aku Indonesia” karya Gabriel Aries yang menggunakan bahan recin untuk membuat leher hingga kepala lengkap dengan ekspresinya sebnayak dua buah dengan warna merah dan warna putih saling berhadapan........
Keunikan dan keberanian Maya Annisa Surya dalam mengeksplorasi bahan tekstil, benang rajut warna merah dan putih, untuk membuat patung dengan setting di sebuah kamar. Karya Maya ini menjadi sorotan kedua setelah diorama kota karya Oktianita Kusmugiarti. Pasalnya kedua karya ini menampilkan gagasan yang segar, baru dan sederhana, sehingga mudah dicerna dan diapresiasi oleh pengunjung pameran yang rata-rata adalah anak-anak muda........
Maya mengatakan bahwa dia sedang tertarik dengan material tekstil, yaitu benang. Karyanya diawali dengan produksi patung dari benang rajut selama sebulan, inspirasi untuk membuat konsep karya terinspirasi oleh perilaku perempuan metropolis. Trend gaya hidup remaja hingga perempuan muda di kota-kota besar saat ini. Tempat-tempat pemujaan tubuh yang tersebar di sudut-sudut kota dengan varian perawatan tubuhnya membentuk perilaku kosmopolit di kalangan remaja dan wanita........
Pemutihan tubuh (kulit) salah satunya. Perilaku itu menginspirasi Maya untuk membuat patung dari benang rajut dengan dua warna saja, yaitu putih dan hitam. Karya Maya yang berjudul “kalau putih pasti aku cantik” adalah sebuah kritik terhadap perilaku remaja dan wanita muda dari Maya. “Saya angkat fenomena kulit putih adalah segalanya di kalangan remaja saat ini. Mereka tidak sadar kalau produk pemutih yang mereka gunakan merugikan makhluk lain,” ujar Maya, bahwa produksi kosmetik merugikan tumbuhan, dan makhluk alam lainnya. Pemutih itu sendiri tidak sedikit merugikan pemakainnya sendiri, ada yang terbakar jadi gelap kulitnya, ada juga yang menjadi allergy dan sangat peka kulitnya. Maya hendak mengatakan melalui patung benangnya itu, bahwa tidak semua trend gaya hidup yang berkembang pesat di kota-kota belum tentu bermanfaat untuk kehidupan manusia........
Sebelum event ini Maya pernah berpameran bersama kawan-kawannya di Gelaeri Rumah The, Bandung, dalam judul pameran “Us/Industry” awal tahun 2007 yang lalu. Saiful Aulia Garibaldi berseru dengan semangat, “Marilah kita berkesenian semua, kawan-kawan!” di hadapan kawan-kawan dan pengajarnya. (Argus Firmansah/Penulis/Wartawan lepas di Bandung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment