Monday, September 3, 2007

Lear Asia Versi Tafsir Teater Bandung

Pentas Lear Asia: Ode to King of Asia
Cahaya putih kekuning-kuningan disorotkan pada layar di belakang panggung hingga membentuk matahari, dewa matahari, yang diyakini masyarakat Jepang sebagai Yang Suci. Nampak berdiri seorang raja yang kelelahan membopong kain, simbol bayi, di atas pentas. Aktor-aktris meletakan lilin-lilin di beberapa sudut pentas. Suasana hening mengantarkan imajinasi penonton pada sebuah istana kerajaan Jepang. Suara angin semilir, air menetes dan rerumputan yang bergoyang menjadikan pentas sebuah pentas puitis. Sebuah ritual masyarakat Jepang direpresentasikan secara sederhana di pentas.
Nampak aktor dan aktris menyembah dewa matahari. Kemudian aktris-aktris dalam pentas Lear Asia menari dalam irama kehampaan, pada Minggu malam kemarin (26/8) di Gedung Patandjala, STSI Bandung. Sebuah garapan pendek berdurasi 60 menit itu digelar dalam rangka merayakan ulang tahun Jurusan Teater STSI Bandung yang ke 29 tahun. Para aktor/aktris yang berperan dalam pentas Lear Asia adalah Toni Broer, Yani Mae, Retni Dwimarwati, Gina Sufana, Asri Puspita, Tavip, Elly Martini, Apip, Ridwansyah GG, dengan sutradara Ismet Majalaya. Piñata Lampu Yadi Mulyadi, Penata Rias Adam Panji.
Sebuah pertunjukan teater karya Rio Kishida, Jepang, merupakan tafsir lakon King Lear karya William Shakespeare yang diproduksi oleh Japan Foundation dalam pentas kolaborasi teater “Lear Versi Asia” oleh aktor-aktris dari 6 negara. Pentas kolaborasi itu disutradarai oleh seniman muda asal Singapura, Ong Keng Sen. Dengan misi kebudayaan membaca kembali Asia dalam pergulatan historisnya pada saat ini.
Alkisah, seorang raja Asia, Lear Asia, berpulang dari kemenangan perang di medan laga. Suasana hening dan hampa membuatnya bertanya-tanya. Terlebih karena Lear mengalami amnesia sementara. Dia lupa pada keluarganya, terutama pada anaknya. Dia masuk ke dalam istana dan ditemukan anak sulungnya membisu. Datanglah seorang badut pada Lear. Badut itu ceritakan pada Lear keadaan istana selama dia tidak berada di sana. Anak bungsu Lear membisu sejak kepergian Lear berperang. Tampuk kekuasaan rentan dan ringkih di ujung tanduk keruntuhannya. “Kau adalah raja,” ujar Badut pada Lear. “Apa itu raja?” sahut Lear. Raja adalah kekuasaan, kata putri sulungnya.
Saat itu Lear mencium penghianatan putri sulung pada dirinya dalam keterasingannya. Keadaan di istana dijelaskan oleh Badut kepada Lear. Pada situasi ituLear hanya ditemani tokoh Badut Kata-Kata. “Tuan, aku adalah seorang Badut Kata-kata. Menjadi kunci bagi semua orang istana. Kunci selalu dibutuhkan untuk membuka pintu ini atau itu,” kata Badut seraya mendekati Lear untuk merayunya.
Badut membuat perjanjian, bilamana benar penghianatan putri sulung di istana, maka Badut minta dijadikan raja barang sehari saja. Namun Lear menolaknya. “Belum ada sejarahnya seorang Badut berdiri di singgasana,” sahut Lear. Mereka berdua kembali ke istana untuk memastikan keselamatan putri bungsunya, sebuah harapan terakhir bagi seorang ayah. Kepulangan Lear ke istana hanya bertumpu pada anak-anaknya. Harapan terakhir pada sebuah eksistensi seorang raja yang sudah berusia lanjut. Dan rupanya benar keterangan Badut, penghianatan putri sulungnya dibuktikan dengan kekuasaan putri sulungnya. Badut memenangkan taruhannya dan ia menagih janji tahta seharinya. Namun apa yang terjadi, Lear diusir oleh putri sulung dan orang-orang terdekatputrinya. Maka ia pun jatuh pada titik nadir kehampaan hidupnya. Semua meninggalkannya, kecuali si Badut Kata-kata. Kehampaan dan kekosongan mendera jiwanya yang telah lunglai dimakan usia. Kekausaannya sebagai raja telah dirampas oleh putrinya sendiri.
“Jaman telah berubah….Aku akan mengenang kejayaanku,” decak Lear sambil melangkah ke luar istana. “Rembulan menyinari belantara sunyi. Aku melangkah….kakiku rapuh,” katanya meski tanpa air mata. “kau jangan bersedih. Masih ada hari esok,” kata Badut yang terus mengikuti Lear kemanapun dia pergi. “Badai….angiiiiiiin….topan…..masih adakah hari esok ketika badai menerpa rerumputan,” decak Lear dalam kebingungan dan kelelahan. Lear memutuskan untuk kembali merebut kekuasaannya setelah berkelana di hamparan luas, di puncak bukit yang sunyi berteman angina kencang.
Kesedihan menyelimuti keluarga Lear ketika itu. Putri bungsu Lear yang selama ini membisu akhirnya mengucapkan kata-kata. Kata-kata yang menjadi simbol kekuasaan. “Jangan sakiti ayah…jangan ganggu dia,” ujar putri bungsu sebelum tubuhnya dihunus pedang oleh kakak kandungnya sendiri. Ia teringat masa kecilnya yang selalu diajarinya bersenandung. Puisi malam yang seoralh bicara dengan keindahan malam di amana cahaya bulan berpendar terangi malam-malam. “Selamatkan ayahku!” sahut putri bungsu, kemudian pedang menghunus tubuhnya hingga ajal menjemputnya. Kakak kandung yang membunuh adiknya sendiri dirapai kegilaan dan ambisi pesakitan. Sebuah balas dendam dan rasa benci pada ayahnya ia bayarkan dengan membunuh putri kesayangan sang ayah.
Lear hanya dapat meratapi tubuh putri kesayangannya. Tak ada harapan, karena putri bungsu kesayangannya juga turut menjadi ambisi kakaknya yang haus tahta. Galaulah hatinya, tak tentu rasa, dan tak tahu apa yang bisa dilakukan lagi. “Aku bisa mendengar kesenangan di dalam dadaku. Aku akan hidup meninggalkan anakku,” ucap Lear menggila di sana. Saat itulah puncak kengerian bencana terjadi. Putri sulung Lear kembali mencabut pedang dan menghunuskannya ke tubuh Lear yang telah lemah dimakan usia, namun Badut menghalanginya hingga ia pun tewas. Dan pedang itu kembali diangkatnya hingga membunuh Lear, ayah kandungnya sendiri. Tak lama setelah pembunuhan sang ayah dilakukan, putri sulungnya melakukan hara kiri, bunuh diri, setelah merasa puas menjadi hakim dalam keluarga besar Lear.
Lear Asia karya Ismet diakhiri dengan kemenangan sementara perempuan, atas nama jender perempuan. Hipotesa teks pertunjukan yang muncul kemudian adalah kemenangan sementara kaum perempuan. Dan pembunuhan karakter laki-laki dengan terbunuhnya Lear. Tidak hanya itu, Ismet juga mengambil tesis Lear Asia Rio Kishida ke dalam garapannya, yaitu pembacaan kembali atas konteks antropologis masyarakat Asia, ketimuran, bahwa sistem patriarkis di Timur yang ditelisiknya masih dominant di beberapa wilayah budaya.
***
Apabila kita lihat perbandingan subteks dalam naskah “King Lear” Shakespeare dan Lear Asia karya Rio Kishida, masih terdapat kesamaan tematik. Yaitu kekuasaan monarki di Inggris. Dalam kisah itu kerajaan Lear terbagi antara ambisi putri sulung Lear, dan kesetiaan putri bungsu. Putri sulungnya telah diracuni rasa kebencian kepada ayahnya, Lear. Lear meminta putri bungsunya yang sangat disayanginya, agar menolak penghianatan kakaknya yang telah durhaka pada Lear. Karena Lear mengetahui penghianatan putri sulungnya setelah Lear meninggalkan istana. Kisah itu adalah sebuah wacana hubungan kekeluargaan, antara ayah dan anak kandungnya. Menceritakan bagaimana seseorang yang sudah tua, berbeda jaman, tersisihkan oleh perubahan anak muda yang egosentrik, dan dominasi terhadap yang lain. Sebuah kebudayaan hirarkis di dalam sebuah keluarga, balas dendam, kebencian terhadap figur seseorang.
Naskah tersebut ditulis pada jaman kekuasaan monarki menjadi bagian krusial dari sebuah hirarki. Yang kemudian mengacaukan peralihan kekuasaan, spiritual, manusia, binatang, dan benda duniawi. Pada akhirnya putri sulung Lear bunuh diri. Meskipun Lear sudah meninggal, kekuasaan monarki terus berlanjut dengan kekuasaan laki-laki, dan sistem patriarki menjadi aturan.
Rio Kishida, Experimental Theatre Laboratory Tenjo-Sjiki, menambahkan sudut pandang perempuan dalam pementasan Lear Asia. Termasuk sosok ibu yang tidak dihadirkan pada naskah asli Shakespeare, dapat dilihat sebagai langkah menjembatani konsep posisi sentral seorang ibu pada masyarakat Asia, juga tren masalah jender. Lear Asia dibuat dengan metode adaptasi dan tafsir terhadap naskah “King Lear” Shakespeare.
Lear Asia yang digarap oleh Ismet Majalaya masih mengusung tema-tema kontemporer dan adaptasi kultur Asia pada pementasannya. Itu dapat dilihat dari dominasi pemain perempuan ketimbang laki-laki. Masalah jender menjadi isu hangat dalam perdebatan subteks pertunjukannya. Meski pementasan menjadi pendek, terjadi pemadatan struktur lakon, namun garapan Ismet masih berada di koridor tema yang sama, kekuasaan dan hirarki kekuasaannya. Konteks kultur dalam pementasan Lear Asia memang menjadi asing dari teks asli King Lear-nya William Shakespeare. Karena Lear yang digarap oleh Rio Kishida maupun Ismet mengambil akar kultur Asia kontemporer. Terlepas dari sistem monarki kerajaan Jepang maupun Inggris yang menjadi inspirasi politik kebudayaan dalam naskah pertunjukan Lear. Pementasan Lear Asia lebih menukik pada persoalan bagaimana membaca kondisi jaman yang sudah berubah. Namun demikian, karya seni bukan ruang untuk menemukan konklusi jalan keluar dari persoalan yang sedang terjadi, pementasan Lear Asia hanya menjadi representasi dari kondisi sosial.
Subteks yang bicara soal berakhirnya suatu kekuasaan absolut di titik kematian dalam Lear Asia nampak sebagai sebuah representasi konteks sosio-politik kekuasaan pemimpin lembaga penyelenggara ulang tahun Jurusan Teater yang ke-29 itu. Disadari atau tidak wacana itu muncul secara implisit terkait dengan masa akhir jabatan Ketua STSI Bandung. Pikiran yang sama juga dapat berbunyi sama makna (Equevokal) bila dikontekskan dengan seornag pemimpin yang akan lengser di kemudian hari. Membahas wilayah keaktoran. Para aktor dan aktris yang berperan dalam pentas Lear Asia di STSI Bandung ini dapat dikatakan cukup serius, meski terkesan kurang maksimal dalam eksplorasi perannya. Karena sebagian yang bermain adalah staf pengajar Jurusan Teater STSI Bandung.
Teater adalah karya yang membutuhkan proses kreatif yang intens dan kontinyu. Namun pada pementasan Lear Asia itu beberapa dosen masih nampak tidak maksimal dalam penampilannya. Hakim pentas, penonton, tidak melihat sosok panutan bagi mahasiswa yang hadir dalam pementasan tersebut. Misalnya, salah pengucapan dialog, atau pemeliharaan karakter tokoh lakon di pentas. Siapapun yang bermain teater, ia harus melewati proses latihan dan pengolahan kreatif yang intens dan kontinyu. Sehingga, kesalahan pentas yang berupa hal teknis dapat dieliminir sesegera mungkin sebelum pementasan. (Argus Firmansah/Kontributor lepas Koktail - Jurnal Nasional)

2 comments:

Anonymous said...

hmmm, mnarik euy, dmn ya sya bs dapet video dokumentasi teaternya?? ada yg bisa bantu??

v4nshan@yahoo.co.uk

pak tani dan sang sapi said...

mau info lengkap tentang pertunjukkan teater dan forum teater di bandung dong....
terimakasih....