Friday, January 4, 2008

Krisis Minyak Tanah di Bandung dan Sekitarnya

Kelangkaan Minyak Tanah Akibat Liburan Panjang dan Belum Tuntasnya Program Konversi Minayk Tanah ke Gas

Bandung News memantau distribusi minyak tanah untuk konsumsi masyarakat kota Bandung ketika isu kelangkaan minyak tanah mulai merebak. Sebulan terakhir saja, usai libur panjang masyarakat Bandung dan sekitarnya dikejurkan dengan kelangkaan minyak tanah untuk konsumsi rumah tangga dan industri rumahan. Harga minyak tanah melambung, bahkan susah diperoleh oleh masyarakat. Di beberapa kecamatan di kota/kabupaten Bandung masyarakat harus antri sejak pagi dini hari untuk mendapatkan jatah minyak tanah di bawah 10 liter per hari.

Untuk mengantisipasi rebutan minyak tanah sebagian besar pangkalan membuat sistem pendaftaran, artinya masyarakat harus mendaftarkan diri untuk memperoleh minyak tanah bila agen mengirim pasokannya ke pangkalan minyak tanah. Walhasil banyak masyarakat yang membutuhkan minyak tanah kecewa setelah antri selam berjam-jam tidak kebagian juga.

Kondisi ini kemudian memunculkan keresahan masyarakat, terutama industri kecil yang menggunakan bahan bakar minyak tanah dalam jumlah besar. Sinyalir kepala keluarga membeli minyak tanah dalam jumlah besar untuk menyimpannya di rumah masing-masing. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kelangkaan minyak tanah semakin parah. Harga jual yang diperoleh masyarakat Bandung pun bervariasi, mulai dari Rp. 2.500 – 4.000 per liter di pengecer minyak tanah, itu pun tidak lebih dari 10 liter untuk setiap rumah. Harga minyak tanah memang sempat melonjak menjadi Rp. 5.000 – 10.000 per liter untuk setiap warga yang ikut antri di pangkalan untuk mendapatkan 4 liter saja, namun harga turun kembali setelah pasokan minyak tanah ke pangkalan usai liburan panjang kemarin mulai teratur. Padahal Pertamina menetapkan harga minyak tanah Rp. 2.250/liter.

Daerah kabupaten Bandung yang belum menjalankan program konversi minyak tanah ke gas pun kena getahnya. Keresahan masyarakat menjamur di mana-mana. Karena panik, banyak masyarakat pengguna minyak tanah juga beramai-ramai membeli minyak tanah melebihi jumlah konsumsi hariannya.

Pangkalan minyak tanah yang berada di kabupaten Bandung pun diserbu para pedagang eceran dari kota Bandung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/konsumen. Pasalnya, jumlah kiriman minyak tanah dari agen untuk didistribusikan di pangkalan-pangkalan minyak tanah yang tersebar di semua Kecamatan berkurang, sementara pangkalan minyak tanah di daerah Kabupaten Bandung tetap jumlahnya.

Sebuah pangkalan minyak tanah milik Pak Haji Nurkim yang ada di daerah Kabupaten Bandung disuplai sebanyak 20.000 liter setiap minggunya. Seperti yang dikatakan Asep (27 tahun), pemilik pangkalan minyak tanah di jalan Kolonel Masturi, Lembang, Kabupaten Bandung.

Kekurangan pasokan minyak tanah di kabupaten Bandung justru disebabkan oleh libur panjang, yaitu hari raya Iedul Adha, Natal dan Tahun Baru 2008. Para agen tidak menyuplai minyak tanah ke pangkalan karena karyawannya liburan.

Kelangkaan minyak tanah di kota Bandung memang kena imbas program konversi minyak tanah ke gas, sehingga distribusi minyak tanah untuk daerah kota Bandung dikurangi karena diasumsikan beberapa daerah sudah menjalankan program konversi minyak ke gas.

Namun demikian, masalah pun muncul di beberapa kecamatan yang baru menjalankan program konversi minyak tanah ke gas baru sampai pendataan konsumen minyak tanah untuk rumah tangga. Tentu saja hal ini berimplikasi pada kekuarangan suplai minyak tanah di kota Bandung.

Pak Iran, 47 tahun, seorang pengecer minyak tanah di Kecamatan Cidadap, kotamadya Bandung, mengaku jumlah minyak tanah yang dapat dibelinya berkurang drastis. Sebelum ada program konversi minyak tanah ke gas Pak Iran biasa mendapatkan jatah 300-400 liter setiap minggu. Kini pak Iran hanya mendapatkan 40% dari jumlah normal. “Saya kan pedagang eceran yang terdaftar di pangkalan ini, dan gapat harga beli 2500 per liter. Jumlah minggu ini belum tahu karena ada pengurangan jumlah minyak tanah. Ya…bagi-bagi dengan pengecer yang lain saja,” ujar Iran data ditemui dalam antrian panjang di pangkalan minyak tanah PT Pemuda Fajar Perkasa milik H.C. Basir S., Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Bandung, tadi pagi (4/1).

Jumlah minyak tanah untuk dijual langsung di warung-warung pengecer memang dikurangi yang semula mendapat jatah 40 liter menjadi 20 liter atau 15 liter saja dua kali seminggu. Pengurangan ini tentu saja berdampak pada antrian panjang di setiap pangkalan setiap harinya. “Saya beli minyak dari pangkalan sebesar 2.500 per liter dan dijual kepada warga seharga 3.500 per liter,” lanjut Pak Iran.

Alih-alih, dalam seminggu terakhir antrian panjang hanya pada saat kiriman minyak tanah datang dari agen-agen minyak tanah, dan itu pun langsung habis diserbu pengecer dan masyarakat langsung dengan harga jual di pangkalan berkisar Rp. 2.300-2500 per liternya. Sementara pangkalan minyak tanah yang menjual minyak tanahnya dengan harga melebihi dari 3000 per liter sudah mendapat tindakan dari aparat kepolisian setempat. Mereka yang melanggar dengan harga jual tinggi didenda 100 juta rupiah dan pangkalannya ditutup atau tidak boleh beroperasi lagi. “Saya tidak mau menjual harga minyak melebihi aturan. Saya mau aman-aman saja meskipun untungnya sedikit,” ujar Asep di pangkalan induk milik ayahnya yang berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Cihideung-Lembang, Kabupaten Bandung.

Pemandangan berupa antrian jeriken yang panjang menjadi hal biasa di setiap pangkalan minyak tanah di setiap kecamatan kota/kabupaten Bandung. Jeriken-jeriken itu adalah milik masyarakat atau pengecer yang sudah terdaftar untuk mendapatkan minyak tanah dalam jumlah terbatas. Jeriken itu menumpuk karena tidak selalu mendapat giliran diisi minyak tanah pada jadwal kiriman minyak tanah dari agen di pangkalan. (Argus Firmansah/Kontributor Bandung)