Menapaki Dunia Musik Ballada Kontemporer di Tahun 2008
“…Ini langkahku/walau cita-citaku melambung tinggi/ melintasi kayal dan tanah airku/kusyukuri….”
(Dikutip dari syair lagu Ini Langkahku, yang dinyanyikan Fitri/KAIYA di panggung CCF Bandung, Sabtu (12/1) kemarin)
Kota Bandung banyak melahirkan musisi handal dari berbagai aliran musik. Mulai dari band Peterpan, The Titan, dan lain-lain, yang kini berada di tangga grup band populis. Semangat kreativitas anak muda Bandung di bidang musik seperti tiada hentinya, dan banyak di antara pendatang baru itu berhasil menembus dunia rekaman dan mengisi panggung-panggung hiburan di Indonesia.
Seperti halnya Cahyo Harimurti dan kawan-kawan, mereka memproklamirkan kelompok musik mereka yang baru di Bandung. Dan debut pertamanya diawali dengan konser musik perdana yang digelar di Auditorium CCF Bandung dengan judul “Batas Perjalanan” pada Sabtu malam (12/1) kemarin. KAIYA adalah kelompok musik yang terdiri dari desain fashion (Fitri Kenari), calon ekspert musik karawitan Sunda (Ibrahim Adi Surya), ilustrator musik film dokumenter (Cahyo Harimurti), hingga pedagang domba (Donnydombis). KAIYA dibentuk pada bulan November 2007 sebagai tindak lanjut dari workshop musik yang sedang dilakukan di sebuah studio lukis dari seniman kenamaan. Tetapi kehadiran mereka di panggung musik di Jakarta dan Jawa Barat bukanlah hal yang baru, karena mereka sudah sering tampil sebagai additional musician pada beberapa kelompok musik yang sudah lama ngorbit di tanah air.
Cahyo Harimurti memaparkan latar belakang terbentuknya kelompok musik itu. “KAIYA terbentuk pada tanggal 22 November 2007. Kata dasar KAIYA itu dari KAYA. Kata itu dipilih karena representasi apa yang SUDAH dimiliki kelompok, dan yang INGIN diraih kelompok. Kami punya cita-cita, persahabatan, kemauan dan kemampuan belajar sebagai kekayaan awal. Lalu memulai perjalanan bersama untuk meraih kekayaan lain yang bermanfaat dan lebih besar. Mungkin duit ha ha ha… Perjalanan juga dimaksudkan untuk membagi kekayaan yang kami miliki. Itulah sebabnya konser perdana diberi nama Batas Perjalanan,“ papar Cahyo Harimurti.
Warna aransemen KAIYA adalah musik ballada. Tema lagu yang dimainkan di atas panggung kemarin cukup beragam meski musik ballada syarat dengan tema-tema cinta universal, antara lain menyoroti persoalan pemanasan global yang didukung oleh foto-foto sumber pemanasan global sebagai latar panggungnya. Tema konser “Batas Perjalanan” menguatkan pesan tematis KAIYA bahwa lagu dan aransemen musiknya merupakan representasi dari perjalanan batin dan pengalaman hidup setiap personelnya. “Saling berbagi energi dengan cinta dan kesederhanaan,” ujar Fitri Kenari sang vokalis di atas panggung, ketika banyak penonton berinterupsi dan memintanya untuk berkata-kata.
Fitri Kenari dikenal oleh seniman Bandung sebagai desainer kostum pertunjukan drama, selain sering tampil sebagai backing vocal di beberapa konser musik ballada dari musisi asal Bandung di tanah air. Ketika diwawancara mengapa KAIYA dipilihnya untuk tampil sebagai vokalis, Fitri mengatakan usai konser bahwa, “Saya senang bernyanyi, dan mau serius di bidang ini. Selain berada di lingkungan para musisi di Bandung. Pergaulan, persahabatan dan seringnya bekerja sama di panggung membuat saya memilih langkah ini biar cepat kaya,” ujarnya dengan penuh semangat sambil tertawa. Keyakinan dan motivasi itulah yang menjadi gambaran personel KAIYA untuk terus melakukan proses kreatif di bidang musik secara bersama-sama ke depan.
Hal penting bagi vokalis KAIYA adalah bagaimana bermain musik dengan enak, bebas, dan merdeka. “Rasa itu penting dalam musik,” tambah Fitri. Dia juga sudah memiliki strategi untuk tidak mengecewakan penontonnya, yaitu memberi warna vokal yang berbeda dari penyanyi lainnya. Maka warna etnik menjadi pilihannya saat ini selama proses kreatif dilakukan bersama personel KAIYA yang lain.
Cahyo Harimurti, pemain bass, mengatakan usai konser, bahwa KAIYA masih dalam proses kreatif yang panjang. Konser perdana ini merupakan representasi awal mengenai gaya dan karakter KAIYA dalam mewarnai musik di Indonesia saat ini. “Yang penting bagi kami adalah karakternya dulu. Itulah sebabnya kami memilih Fitri Kenari sebagai vokalis kami terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya. Karena jelas kami semua punya kekurangan dalam banyak hal. Lihat saja latar belakang personel kami. Ada fashion designer, pedagang domba, musisi tradisional…karawitan maksudnya….menarik,” papar Cahyo di luar panggung.
KAIYA juga menampilkan permainan alat musik Sadatana pada konser “Batas Perjalanan” itu, yaitu alat musik pukul yang terbuat dari keramik. Suaranya seperti Jembe pada nada tinggi. Keunikan itu membuat KAIYA menjadi kelompok musik balada kontemporer yang khas, selain syair-syairnya yang puitis. KAIYA juga mengaransemen musiknya dengan syair puitis yang berisi kritik sosial dan kritik manusia terhadap perusakan lingkungan alam.
KAIYA memang kaya warna dan ciri khas pada musiknya selain musiknya yang memiliki karakter cukup kuat di tengah persaingan warna musik baru yang terus bermunculan di tanah air. Meski belum membuat album, KAIYA yakin akan tetap eksis selama semangat untuk berproses masih mengalir di dalam darah mereka. Pernyataan seperti itu diungkapkan oleh sang vokalis dan Cahyo Harimurti dalam wawancara santai usai konser.
Penampilan KAIYA pada konser itu cukup baik dan setiap personel menguasai panggung dengan baik pula. Fitri Kenari membawakan karakter vokalisnya dengan warna vokal etnik, dan itu menjadi ciri khas Fitri. Meskipun pada beberapa nada yang tinggi, Fitri melakukan vocal antisipatif karena tidak terjangkau dengan nada vokalnya. Lain dengan Ibrahim Adi Surya pada gitar elektriknya, ia bermain gitar dengan gaya khas aransemen musik Radiohead. Cahyo Harimurti pada bass bekerja sama dengan drummer Donnydombis untuk menciptakan harmoni komposisi musik yang dibangun oleh warna vokal Fitri dan ilustrasi melodi ala Ibrahim Adi Surya.
Setiap komposisi hampir tidak ditemukan kekosongan atau jeda, karena jam session selalu dimainkan oleh bassist, drummer, dan guitarist. Dan gaya itu sekaligus memposisikan KAIYA tidak pada kelompok musik atau penyanyi solo ballada seperti Ebiet G. Ade, Dede Harris, atau Ferry Curtis. Kemampuan masing-masing dalam memainkan alat sudah tidak memperhatikan teknis yang presisi, sehingga terkesan kemampuan personil mengolah komposisi musik memang cenderung nge-jazz tanpa melepaskan ciri baladanya. “Kami memang sudah tidak lagi bicara teknis pada konser ini. Karena kami sudah tahu kemampuan masing-masing personil untuk saling mengisi,” ujar Cahyo Harimurti.
Sambutan penonton cukup meriah dan akrab ketika KAIYA tampil di atas panggung membawakan tujuh buah lagu yang berjudul, Batas Perjalanan, Saat Pertama Tanpamu, Ketuk Pintuku, Terik, Kemuning, Sajadah Berdebu, dan lagu yang berjudul Ini Langkahku sebagai penutup konser KAIYA. Semangat KAIYA bermusik terdapat dalam syair yang berjudul Ini Langkahku, yang berbunyi “…Ini langkahku/walau cita-citaku melambung tinggi/ melintasi kayal dan tanah airku/kusyukuri….” Dikutip dari syair lagu Ini Langkahku, yang dinyanyikan Fitri di panggung.
Setiap lagu memiliki makna bagi personil KAIYA. Setiap lagu dibawakan dengan kesungguhan. Seperti lagu Sajadah Berdebu yang sangat religius dinyanyikan sang vokalis dengan komposisi akustiknya. Tapi tema lagu cinta dan kesepian manusia disajikan KAIYA pada nomor yang berjudul Saat Pertama Tanpamu, dan Ketuk Pintuku. Ciri khas musik ballada memang bertumpu pada pengolahan syair-syair cinta yang berlaku universal. Namun pada KAIYA, mereka juga menampilkan aransemen lagu panggung dengan tema cinta seseorang. Beberapa di antara syair-syairnya memang dipetik dari kisah pengalaman cinta masing-masing personilnya. Bukan curhat (curahan hati), tapi paling tidak itulah yang dirasakan KAIYA dalam memahami cinta antarmanusia yang kini terkikis oleh materialisme. (Argus Firmansah/Kontributor Bandung/KOKTAIL-Jurnal Nasional)
No comments:
Post a Comment