Monday, November 19, 2007

Longser Pancakaki di CCF Bandung

Longser Dulu Lain Sekarang Seni pertunjukan tradisional rakyat Jawa Barat memiliki pertunjukan Longser yang dipopulerkan oleh Akil alias Bang Tilil pada tahun 1915. Pertunjukan Longser diteruskan oleh anak didik Bang Tilil yaitu Ateng Jafar dengan mendirikan kelompok Pancawarna (1939) di Kampung Bojong Koneng, Desa Rancamanyar, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Masa keemasan Longser di Bandung pada tahun 1965-1975-an, dan sempat dianggap kesenian Lembaga Kesenian Rakyat - PKI oleh pemerintah masa itu. Tapi Ateng Jafar dan kawan-kawan tidak terbukti terlibat karena pada masa LEKRA Ateng Jafar menolak dimasukkan ke dalam kesenian di bawah LEKRA........ Meneruskan tradisi seni rakyat ini, sejak Bang Tilil hingga kini oleh Warsa, menantu Ateng Jafar. Longser terus hidup di wilayah kabupaten dan kota Bandung sebagai tontonan hiburan yang merakyat. Pertunjukan tradisi yang biasa digelar pada musim panen padi di masyarakat Sunda umumnya sebagai wujud rasa syukur kepada Sri Pohaci (Dewi Kesuburan)........ Masyarakat Kota Bandung menyaksikan pertunjukan Longser masa kini yang disajikan oleh kelompok Longser Pancakaki di Pusat Kebudayaan Ferancis (CCF) Bandung Senin (5/11) kemarin. Mereka membawakan judul “Katurug..Katutuh” yang artinya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sebuah peribahasa atas peristiwa naas yang dialami oleh penduduk sebuah desa........ Pertunjukan Longser dibuka dengan aransemen musik gamelan dengan lagu Sunda, setelah dinyalakan Oncor oleh pemimpin kelompok Longser Pancakaki pertunjukan sudah diawali dengan efek kelucuan dari para pemain. Mereka masuk ke tengah penonton untuk memperkenalkan diri lalu berpamitan keluar, pemimpin Longser pun menegur karena bukannya masuk ke area pentas justru keluar lagi........ Para pemain yang terdiri dari Dadan Permana, Rano Sumarno, Kodrat Firmansyah, Junjun, Giri Mustika, Wawan Wah, dan penari cantik sebagai Ronggeng adalah Rina Belo, Fitri Fier, Hanifah, lalu masuk ke area pentas dari belakang. Pertunjukan dilanjutkan dengan Kidung dan Rajah yang bertujuan untuk meminta do’a........ Pertunjukan Longser diteruskan oleh Ronggeng dengan tari Gaplek oleh Rina Belo sendiri. Penonton pun menikmati eksotisme tarian kesuburan yang erotis tersebut. Beberapa pnonton melemparkan uang logam dan kertas kepada penari lalu secara spontan diambil oleh para pemain yang duduk berjajar di belakang Oncor........ Usai menyajikan tarian erotis dari penari muda itu, para pemain masuk dengan sebuah cerita bagian pertama atau sering disebut dalam istilah dramaturgi adalah Exposition. Cerita awal dengan kemunculan Dukun atau Paranormal ini mengetengahkan perihal perjodohan anak-anak muda yang sudah lama tidak mendapat pasangan. Kemudian menyinggung masalah agama/aliran sesat. Setelah mengusung suasana lucu dan komikal, para pemain yang lain masuk ke arena pentas dengan mengusung topik/cerita masalah yang menggemparkan seluruh penduduk desa. Tiap keluarga memiliki masalah masing. Ada yang bermasalah dengan penyakit yang menimpa anaknya. Serta penuturan seorang warga yang kebingungan. Setelah masing-masing mengungkapkan masalahnya, pria kebingungan itu ditanya apa masalahnya. Dia menjawab, “Saya sudah dua minggu tidak punya masalah,” katanya. Kontan para penonton tertawa terbahak-bahak setelah mendengar jawaban pria bingung tersebut........ Penonton dihibur lagi dengan sajian tari Kembang Tanjung. Tarian kesuburan juga yang semakin erotis gerakannya. Gerakan tarian eortis dengan goyang pinggulnya membuat penonton terkesima, padahal para penari mengenakan kostum yang wajar dan indah secara visual. Ulah para pemain Longser tak henti-hentinya membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Sementara para penari menyajikan kebolehannay di hadapan penonton, para pemain justru sibuk mengambil uang yang dilemparkan ke arena pentas dengan tujuan menggoda........ Senyum manis dari bibir penari eksotis pun makin menyeringai bak kembang yang baru mekar. Namun usai musik pengiring dari para pengrawit penari itu juga ikut-ikutan mengambil uang kertas yang ada di dekat telapak kakinya – berebut dengan pemain Longser yang sedari tadi menggodanya........ Cerita berlanjut dengan masuknya para penduduk yang diperankan oleh dua penari eksotis tadi. Keduanya berperan sebagai ibu (Tukiyem) dan anak gadinya (Inah) yang ingin segera mengawinkan anak gadisnya itu. Mereka menemui seorang Dukun (Rano Sumarno) atau parnormal untuk dimintai petunjuk agar kengininannya dapat terlaksana. Hari baik harus ditentukan dengan hati-hati agar perkawinannya mendapatkan keselamatan. Namun apa yang dikatakan sang Dukun pada Tukiyem dan Inah saat itu, dengan nada bercanda, “Mengapa tidak melihat kalender saja untuk melihat tanggal yang baik?!” Hari lahir, zodiak pun ditanyakaan untuk dihitung oleh sang Dukun, hingga akhirnya ditemukan hari baiknya adalah hari Minggu pada jam sebelas malam. Penonton pun tertawa geer mendengar celetukan sang Dukun........ Tidak hanya ibu dan anak tadi. Penduduk lain juga datang secara bergerombol ke kediaman Dukun tersebut, karena mereka sepakat untuk minta petunjuk kepada Dukun untuk mencari jalan keluar dari masalah di desanya. Mereka datang berduyun-duyun ke rumah Dukun untuk mencari pemecahan maslah di desanya. Sang Dukun pun merenung dan memikirkna jalan keluar dari semua masulah penduduk desa itu. “Begini saja, setiap warga yang memiliki anak di bawah satu tahun agar menghanyutkannya di sungai.” Penduduk pun bingung mengapa harus menumbalkan anak di bawah umur satu tahun. Namun demi selesainya masalah, mere manut saja dan menuruti nasihat sang Dukun........ Dalam kebingungan para penduduk Kuwu, pemimpin desa, datang mengampiri mereka. Lalu masalah pun diungkapkan kepada sang Kuwu. Mendengar nasihat yang diberikan sang Dukun kepada mereka, Kuwu menjelaskan bahwa pemecahan masalahnya bukan dengan cara menghanyutkan anak. Kuwu justru membongkar akal bulus Dukun kepada warga. “Kalian tahu….Dukun itu terlibat kasus penjualan anak ke luar negeri. Makanya kalian semua sudah ditipu.” Terang saja penduduk terkejut mendengar kabar dari Kuwu, dan mengurungkan niat mereka untuk menumbalkan anak yang nyata-nyata hanya akal bulus Dukun untuk menjual anak yang dihanyutkan penduduk di sungai. “Kita justru harus introspeksi diri…siapa tahu masalah ini memang peringatan dari Tuhan kepada seluruh penduduk desa.” Akhirnya mereka mengerti dan pertunjukan Longser Pancakaki usai dengan ditutup oleh aransemen gamelan........ Longser dulu lain sekarang. Seni tradisi masyarakat Sunda ini terus dihidupkan oleh penggiat seni dan budaya di Bandung. Selain karena penggarapan seninya yang mudah dan eksotis beberapa kalangan masih melihat produk seni tradisi ini dianggap menjual terutama dalam upaya mendukung kampanye program pemerintah......... Longser kini terus mengalami perkembangan mutakhir setelah pada tahun 1990-an seniman modern mempopulerkan seni Longser di dunia televise dengan nama Longser Antar Pulau dalam kemasan bahasa Indonesia........ Seniman teater di Bandung masih memperhatikan kearifan lokal dalam kesenian rakyat yang ada di Jawa Barat. Bentuk-bentuk teater tradisional sedemikian rupa direvitalisasi dengan mengolaborasikannya dengan teater modern. Maka, bentuk teater tradisi pun muncul dalam kemasan masa kini dengan tidak menghilangkan elemen penting yang menjadi ciri khas teater tradisi tersebut. Dan pertunjukan Longser menjadi salah satu minat seniman akademis untuk tetap melestarikan hiburan masyarakat hingga kini........ Pertunjukan Longser popular di kalangan akademisi dari kelompok Longser Pancawarna. Mengapa Pancawarna, menurut Hermana, salah satu penggiat Longser Pancakaki dalam kemasan semi-modern, mengatakan bahwa Pancawarna itu memiliki arti lima warna atau lima ciri, yaitu Wawayangan, Tarian, Bodoran, Silat, dan gerak Pencak........ Ciri Pertama, Longser Pancawarna selalu menyajikan unsur Wawayangan. Pada unsure pertunjukan ini para pemain Longser memainkan gerak-laku wayang golek di hadapan penontonnya. Kedua, unsur tarian. Dalam struktur pertunjukan Longser memiliki daya tarik erotis melalui tarian-tarian rakyat yang diambil dari genre tarian kesuburan masyarakat Jawa Barat pada jaman dahulu. Tarian kesuburan ini selalu disajikan dalam beberapa sesi dalam keseluruhan pertunjukannya........ Ketiga, unsur Bodoran atau lawakan. Bodoran atau lawakan ini disajikan pada bagian cerita dan biasanya cerita diambil dari kisah hidup sehari-hari masyarakat tani di mana ia menggelar pertunjukannya. Keempat, adalah Silat yaitu gerakan beladiri yang menjadi ciri khas beladiri tradisional masyarakat Jawa Barat. Ciri yang kelima, adalah gerak Pencak. Gerak Pencak ini diambil dari gerakan Silat akan tetapi tidak selengkap gerak Silat pada jurus tertentu, dalam bagian ini gerak Pencak justru digunkan oleh pemain Longser untuk menambah efek kelucuan dan dramatis dalam mengusung cerita. Itulah sebabnya, mereka menamakan kelompok Longser Pancawarna........ Arthur S. Nalan dalam sebuah diskusi usai pertunjukan memaparkan asal usul Longser kepada penonton. Bahwa Longser merupakan pertunjukan rakyat khas Jawa Barat. Unsur obrolan seks dalam pertunjukan hiburan rakyat merupakan fenomena budaya lokal. Arthur juga menjelaskan salah satu teori pemeranan dalam teater tradisi Longser itu. Dalam sebuah komposisi pemerana atau permainan sandiwara/cerita dalam pertunjukan Longser selalu ada pemain yang menggunakan Teori Kontras. Teori ini adalah ujaran pemain yang lain dari konteks yang sedang dibincangkan dalam sebuah cerita, dan itu menimbulkan efek lucu untuk menghibur penonton Longser........ Ia juga mengatakan dalam sejarah hidupnya teater tradisi Longser ini dapat digunkan untuk medium propaganda, misalnya program penyuluhan Keluarga Berencana. Selain medium propaganda, Longser memiliki potensi sebagai media kampanye kepada masyarakat desa karena pesan-pesan penting dapat dikemas dalam cerita yang diusung dalam pertunjukan Longser........ Oleh karenanya dibutuhkan keterbukaan pikiran dan pandangan semua lapisan masyarakat untuk sama-sama menghidupkan kesenian tradisional. Longser sebagai salah satu bentuk seni budaya yang hidup di masyarakat Jawa Barat perlu diperhatikan kelestariannya, salah satunya dengan bentuk kemasan Longser yang sering dibawakan oleh kelompok Longser Pancakaki, dan kelompok Longser lainnya yang ada di beberapa daerah. Sebab di dalmnya terdapat khazanah kearifan local dalam bentuk bahasa daerah, seni tari, dan bentuk hiburan rakyat......... Longser Pancakaki memang bukan tiruan dari Longser Pancawarna seutuhnya. Kelompok Longser Pancakaki justru dengan sengaja memasukan unsur teater modern dalam sajiannya sebagai bentuk upaya mengadaptasi bentuk pertunjukannya dengan selera penonton atau masyarakat saat kini. (Argus Firmansah, Kontributor lepas KOKTAIL di Bandung).

1 comment:

Firsty said...

Kang Argus...
saya Firsty, mahasiswa IKJ jurusan Teater. Saya ingin tau apakah ada agenda pertunjukan Longser lagi di Bandung dan sekitarnya yang bisa diinfokan ke saya? mohon dikirim info tentang Longser ke email saya firsty.soebratawijaya@yahoo.com
Hatur nuhun pisan.