Mitologi Yunani Kuno dalam Dunia Rupa
Pameran bertajuk Camouflage: Acts of War karya hamad Khalaf digelar di Galeri Soemardja, Bandung. Pameran tersebut dibuka pada tanggal 20 Juli hingga 8 Agustus dengan Rifky Effendy sebagai kurator.Hamad menyajikan karya objek dan instalasi sebagai salah satu genre seni rupa yang diamininya. Medium itu dianggap bisa merepresentasikan perenungannya terhadap perang dan trauma yang dialaminya. Serpihan-serpihan sisa Perang Teluk menjadikannya sebagai salah satu tonggak perubahan tata sosial-ekonomi global dalam karya-karya Hamad.
Teks kamuflase terinspirasi oleh peristiwa sejarah Perang Teluk di dataran Timur Tengah berapa tahun yang lalu, di mana Irak menginvasi negeri penghasil minyak dunia, Kuwait. Rifky mencatat bahwa karya-karya Hamad Khalaf itu adalah sebuah konteks relasi seni visual dengan perang yang dikorelasikan dengan motologi Yunani Kuno. Dalam dongeng “Illiad” karya Homer, terurai bagaimana manusia saling membunuh, mencurangi, konspirasi dengan para dewa. Perang dibuat sebagai metafor dari nilai kehidupan sendiri. Pameran ini menyentuh pokok soal perang dengan gestur yang lebih puitis dan erotis, tapi politis sekaligus. Menyamarkannya dengan apropriasi citra mitologi Yunani diterapkan ke dalam objek-objek militer. Objek-objek itu dibungkus oleh benda-benda yang seolah menjadi artefak arkeologis, sehingga apresiator lebih melihatnya sebagai benda-benda yang lazim ditemukan di museum sejarah.
Perang Irak-Kuwait menjadi inspirasi kreatifnya untuk mengumpul dan menyusunnya menjadi sebuah kumpulan benda sejarah. Benda-benda militer bekas tentara militer itu dikemas dalam bentuk replika. Proses kreatifnya memang diawali dengan pengumpulan benda-benda bekas tentara militer sebanyak lebih dari 600 objek. Sebagian hasil koleksinya disimpan di tempat tinggalnya di Kuwait, dan sisanya di simpan di studio milik pribadinya di Bali, Indonesia.Kegemarannya membaca mitologi Yunani sejak usia remaja dan digabung dengan kesenangannya pada koleksi benda-benda menumbuhkan kesadaran kreatifnya untuk menjadikannya sesuatu. Sesuatu itu kemudian dihubungkan dengan perasaannya terhadap perang. Maka semua itu menjadi gagasan kreatif untuk mencipta sebuah konstelasi perupaan yang dapat mewakili perasaannya. Pokok soal perang dikumpulkannya hingga terdorong untuk mengoleksi benda-benda sisa perang, termasuk serpihan Bom Bali (2003).
Dalam sudut pandang perang yang diramunya dengan mitologi Yunani Kuno, maka benda-benda itu pun menjadi sebuah kumpulan artefak. Dan artefak itu emnjadi narasi yang terpenggal dan tercerai, sehingga rangkaian narasi itu tampak seperti sebuah puzzle. Melalui karya ini, Hamad berhasil membuat intertekstualitas antara objek-objek militer, peristiwa perang, dan mitologi Yunani yang dipandangnya erotis itu. Objek-objek itu tentunya berdiri sendiri sebagai teks, dibangun dalam satu relasi artistik Camouflage: Act of War. Apresiator diundang untuk melakukan sebuah proses interpretasi dan artikulasi terhadap arketif perang pada objek-objek yang dihadirkan Hamad Khalaf di ruang publik seni rupa, Galeri Soemardja. Bagaimana objek-objek perang Irak itu menumbuhkan kesadaran bahwa esensi perang itu bukan sekedar destruksi, melainkan sebuah narasi kekuasaan politis.
Dari objek-objek itu apresiator dapat menelisik sisi lain dari perang, bahwa aksi politis dengan peralatan tempur itu merupakan kumpulan tindakan fragmented yang erotis ketika dikorelasikan dengan mitologi Yunani Kuno. Ada sisi humanisme dekonstruktif dalam perang, bahwa persoalan perang bukan sekedar bagaimana kekuasaan itu menelanjangi humanisme secara politis. Hingga menjadi perkara yang menakutkan dan traumatis. Oleh karena itu benda-benda yang disajikan bersama gambar-gambar arketif mitologis menjadi memorabilia yang seksis bagi manusia universal.Perang dalam sejarah peradaban merupakan keniscayaan yang selalu mengiringi hidup manusianya. Ironisnya, tulis Rifky Effendy, perang memancarkan enerji artistic yang luar biasa, seperti juga tema-tema dalam karya-karya maestro seperti Goya, Picasso, Kollwitz, maupun karya sastra dan filsafat. Maka perang memaknai budaya manusia dari jaman ke jaman secara estetika.
Aminudin TH Siregar menyatakan, bahwa artefak perang seperti tentara, masker gas, selongsong peluru, granat, helm, dan sarung tangan dilukiskan Hamad dengan penggalan citraan dari mitologi Yunani kuno. Dan Hamad percaya, kesenian adalah jalan lain untuk mengelola enerji negative akibat perang. Maka serpihan-serpihan perang itu pun bagi Hamad merupakan renungan-renungan yang terpetik dari situasi globalisasi abad 21.Hamad Khalif yang lahir di Kuwait 1971 ini lulusan Schiller University, Paris. Bekerja sebagai analis retail minyak di Kuwait Petroleum Corp., Kuwait dan Rotterdam (1994-2001). Senior representative di Kuwait Petroleum Far East, Singapura (2001-2003). Les Argonautes, sebuah situs instalasi khusus dan video di Hall Miro III, UNESCO Headquarter, Paris pada tahun 1998. pameran pertama digelar di Galeri Nadi, Jakarta bertajkuk Acts of War di Jakarta. Sebelum melakukan eksibisi di Galeri Soemardja yang bertajuk Acts of War, Hamad menggelarnya di Galeri Cemara 6, Jakarta, pada tahun ini. (Argus Firmansah/Kontributor Mingguan Jurnal Nasional/Komunitas Pantau - Bandung)
No comments:
Post a Comment