Wednesday, July 25, 2007

Pameran "Organisma Kota" di Galeri Redpoint Bandung

Eksplorasi Karakter Visual Sri Maryanto Tiga teknik visual yang digarap Sri Maryanto pada Pameran Tunggal “Organisma Kota” adalah lukisan, drawing dan cukil kayu di Galeri RedPoint, Bandung. Pameran tunggal Organisma Kota itu dibuka oleh Tisna Sanjaya pada tanggal 20 Juli 2007 kemarin yang akan digelar hingga 12 Agustus 2007. Pameran tunggal tersebut merupakan prorgam eksibisi Galeri RedPoint yang terakhir sejak tahun 1993 berkiprah sebagai ruang publik karya-karya grafis dari seniman lokal, nasional, hingga internasional. Sri Maryanto yang akrab dipanggil Antok ini menyajikan 10 karya deengan medium lukisan, 6 karya dengan teknik cukil kayu pada MDF, serta 7 karya drawingnya. Antok menggarap visual pertumbuhan kota sebagai inspirasi kreatifnya. Penampilan kota yang lazimnya menjadi pemandangan berupa gedung megah dan keras itu diolah secara alami dengan penggunaan ikon tumbuhan seperti, batang pohon atau daun. Sehingga kesan visual sebuah pemandangan kota dengan bangunan kuatnya dibuat gemulai dan eksotis. Dan kesan ini membuat karya-karya Antok terasa akrab sekaligus miris, karena mengingatkan kita pada sebuah kerinduan hijau daun dan pepohonan rindang yang jadi tempat berteduh masyarakat dari sengatan matahari atau air hujan.Judul karya “Bercocok Tanam” misalnya, sebuah goresan drawing dengan karakter kuat pada kertas oleh pensil dan ballpoint dari tangan Antok. Drawing tersebut memposisikan sosok manusia yang sedang menanam tanaman. Akan tetapi tunas-tunas pohon yang tampil pada drawing tersebut bukan pohon sebenarnya, karena terlihat ada jendela kaca pada tubuh pohon tunas itu. Ini jelas merupakan simbol pembangunan kota dengan bangunan-bangunan tinggi, tapi nampak gemulai dan fleksibel seolah dahan-dahan yang tengah ditiup angin. Demikian halnya dengan karya Antok dengan teknik cukil kayunya. Karya “Pencakar Langit” misalnya, warna ungu yang dominan menawarkan sebuah kesendirian dan keluguan sebuah bangunan pencakar langit yang berbentuk batang pohon besar dengan dahan-dahannya yang merambah ke langit. Gambar “Pencakar Langit” pun nampak anggun jadinya. Tidak garang seperti wujud asli pencakar langit yang banyak ditemukan di kota besar seperti Jakarta.Satu lukisan yang sangat eksotis dan cantik dipandang. Yaitu lukisan Antok yang berujudul “Tetap Tumbuh”. Lukisan ini menyajikan gambar batang pohon dengan nuansa gradasi warna hijau lumut yang berbentuk geliat tubuh perempuan. Heru Hikayat dalam pengantar pameran Antok (20/7) mengatakan, karya-karya Antok ini menunjukan sebuah kepedulian pada sebuah penampilan kota. Bentuk organik pada gambar-gambarnya memperlihatkan gemulainya alam. Teknik garapan karyanya dengan cukil kayu, drawing dan lukisan dilakukan secara konsisten, sehingga muncul karakter kuat Antok pada karya-karyanya. Dan karya-karya Antok itu memang sangat akrab, terutama bagi masyarakat kota Bandung. Sedangkan Tisna Sanjaya dalam orasi pembukaan pameran “Organisma Kota”, memaparkan teknik eksplorasi visual dari karya-karya Antok ini sebagai pengayaan kreativitas seorang kreator grafis. Dalam kurasinya, Heru mencatat, bentuk-bentuk organik yang diapresiasi dari karya-karya Antok awalnya mengingatkan tentang penampang kota organik seperti terlihat dari peta udara. Dan Antok tidak lagi sibuk dengan rinci naratif yang menghubungkannya dengan kenyataan actual. Hubungan yang dimaksud adalah dalam pola satire. Kali ini Antok membangun suatu asosiasi: tindak pengkolonian manudia di alam dianggap serupa dengan pertumbuhan organik. Dengan kata lain, soal natur dan kultur yang biasa dibedakan secara diametral, pada karya-karya Antok didudukan simetris.Kedua hal ini diasosiasi dalam suatu asosiasi antara bangunan tempat manusia berkegiatan dengan tetumbuhan. Lalu di luar keduanya adalah alam: dataran, laut, langit, awan. Begitu asosiasi ditetapkan, ia bisa lincah menggarap keberbedaan masing-masing teknik. Heru melihat karya drawing sebagai induk eksplorasi teknik penggarapan visual di karyanya. Citraan yang dihasilkan pada karya-karya Antok menyerupai pisau bermata dua: di satu sisi ia membuat jarak dengan kenyataan, di sisi lain ia menandai kenyataan tertentu. Dan kekhasan masing-masing medium menjadikannya puitis. Inilah karya grafis dari tangan kreatif pemuda asal Klaten, Jawa Tengah. Antok seakan merindukan dunia organik yang terus tumbuh di dalam dunia metropolis. Sebuah kerinduan yang juga mengetuk apresiator soal alam yang terganggu di kota-kota besar karena pertumbuhan kebudayaan manusia dalam wujudnya yang megah, kasar, dan tidak gemulai. Boleh jadi karya “Organisma Kota” merupakan peringatan atas kekayaan alam yang semestinya ada seiring pembangunan kebudayaan manusia di salah satu dataran yang disebut ‘kota’. Maka kesadaran terhadap lingkungan alam pun mengetuk imajinasi manusia kota yang mengapresiasi karya Antok itu. (Argus Firmansah/Kontributor Bandung Mingguan Jurnal Nasional/Komunitas Pantau)

No comments: